Setelah menempuh perjalanan sejauh 350 km ke arah selatan, sampailah saya dan teman-teman di Wellington ibukota Selandia Baru. Namun jangan bayangkan Wellington seperti ibukota negara lainnya yang padat dan ramai, karena populasi kota ini hampir 400 ribu jiwa. Penduduk Wellington adalah penduduk terbanyak ketiga di New Zealand setelah Auckland dan Christchurch.
View Wellington dari atas |
Di kota-kota sebelumnya, saya dan teman-teman menginap di holiday park (penginapan berbudget rendah untuk para pengguna mobil atau caravan atau camper van). Dan boleh dibilang, kami sering masak dengan menu-menu ajaib demi menghemat pengeluaran. Nah, kondisi sedikit berbeda di Wellington, kami harus berkata: bye bye holiday park, see you again next time. Karena kami mendapatkan kesempatan untuk menghabiskan beberapa malam di wisma duta (rumah kediaman bapak Duta Besar Indonesia untuk negara ini). Atmosfer ini terasa berbeda bagi saya yang terbiasa backpacking (dan sedikit melarat selama perjalanan), saya dan kawan-kawan dijamu bak tamu negara. Makanan dengan menu khas Indonesia mulai dari ketoprak, ketupat sayur, rendang, sate, siomay dll menjadi menu kami selama beberapa hari di Wellington.
rumah dengan lambang garuda pancasila |
Selain itu, kami juga diajak berkeliling ke beberapa tempat tempat menarik di Wellington (kami ditemani Ibu Dubes lho....).
Mt Victoria
View of Wellington from Mt Victoria |
A closer look of Wellington |
Mt Victoria merupakan puncak sebuah bukit di Wellington yang menyajikan pemandangan Wellington dari atas. Dari tempat ini, Wellington nampak sangat indah. Apalagi, saat kami ke tempat ini cuaca sedang cerah-cerahnya dan angin berhembus tak begitu kencang. Dari atas, nampak kawasan pantai dan pelabuhan Wellington serta gedung-gedung perkantoran yang tertata rapi. Kawasan pemukiman yang berundak karena kontur daerah perbukitan melengkapi indah nya kota ini. Tentunya, banyak momen narsis yang diabadikan di tempat ini, namun karena alasan kesenonohan, gambar-gambar narsis tadi tak dapat saya tampilkan, hahahaha.
Te Papa
Te Papa adalah museum yang terletak di jantung kota Wellington. Museum nya berupa museum sains dan banyak menggambarkan kondisi geografis serta fenomena alam di New Zealand. Sama seperti Indonesia, New Zealand juga rentan akan gempa bumi dan gunung merapi. Malah dengar-dengar, gempa besar dengan periode ulang 200 tahun akan terjadi di Wellington.
Te Papa Museum, Te Mama mana yah? |
Di museum ini, dijelaskan betapa seringnya daerah ini mengalami gempa dan bagaimana sebuah gempa dan tsunami terjadi. Selain itu kami menyempatkan diri memasuki sebuah rumah imitasi yang bisa memperagakan bagaimana goyangan gempa dengan skala 6,5 skala Richter. Museum menjadi sarana edukasi yang efektif nampaknya untuk mendidik pengunjung tentang apa yang harus dilakukan saat gempa terjadi untuk meminimalisir jumlah korban. Sangat ingin rasanya punya sarana edukasi seperti ini di Indonesia, tahu sendiri kan betapa rentannya negeri kita akan bencana alam. Tujuannya tentunya adalah agar kita-kita semua bisa sadar dan tahu apa yang harus dilakukan saat bencana terjadi.
Weta Cave
![]() |
Ayo mana yang hobbit mana yang smeagol |
Jangan bayangkan sebuah gua saat mendengar tentang Weta Cave. Weta Cave adalah sebuah bangunan yang khusus digunakan oleh Peter Jackson untuk menjual merchandise serta beberapa pernak pernik film-film yang menggunakan New Zealand sebagai lokasi shooting. Behind the scene pembuatan film-film tersebut juga dapat disaksikan dalam sebuah mini theater yang tersedia dalam bangunan ini. Banyak sekali merchandise the Lord of the Ring di tempat ini. Kostum-kostum para pemainnya juga dipajang, lengkap dengan replika mini para pemain the Lord of the Rings. Yang movie freak kudu datang ke tempat ini, dan masuk kesini GRATIS :)
Wellington CBD
A cool spot in Wellington CBD |
Gak afdol rasanya mengunjungi sebuah kota tanpa mengunjungi kawasan CBD nya. CBD atau Central Business District adalah kawasan bisnis dan perbelanjaan. Tak seperti Jakarta yang mengadopsi sistem urban sprawl (kota yang cenderung bertambah luas seiring dengan pertumbuhan penduduk), Wellington di desain dengan model compact city. Dengan model ini, lahan dimanfaatkan semaksimal mungkin sehingga sebisa mungkin kota tidak bertambah luas. Seperti kota-kota besar pada umumnya, Wellington menggunakan bus sebagai moda transportasi publik. Oh iya, kalau main ke tempat ini jangan lupa berkunjung ke Cuba Street yah, kawasan pejalan kaki yang memiliki banyak cafe-cafe serta restoran yang enak. Bagi yang suka berbelanja, kawasan ini cocoklah untuk dijajal.
Cuba Street, surganya pejalan kaki |
Wellington Cable Car |
Selain itu, di CBD juga kita bisa mendapatkan akses untuk mencoba Wellington Cable Car yang akan mengantar kita menuju Botanic Garden. Uniknya Cable Car memiliki lintasan miring, tidak datar seperti kereta pada umumnya. Meski hanya memiliki lintasan pendek, namun tak salah untuk mencoba cable car. Setidaknya view Wellington yang kita nikmati di botanic garden cukup indah.
Wellington dengan penduduk hampir 400 ribu orang, meninggalkan kesan sebagai ibukota negara yang lapang. Tak banyak kemacetan di kota ini. Dengan jumlah penduduk sesedikit ini serta sarana transportasi yang lumayan baik, tak salah memang Wellington diurutkan pada posisi 12 untuk kota dengan kualitas kehidupan terbaik. Sepanjang jalan, kami melihat banyak pelari serta pejalan kaki. Mungkin Wellington memang pas buat mereka yang ingin berkardio sepuasnya karena lintasan di Wellington yang berbukit layak untuk dijajal.
Setelah menghabiskan 3 hari disini, saya pun berkemas melanjutkan perjalanan saya ke pulau Selatan New Zealand. Katanya sih pulau Selatan jauh lebih bagus dari pulau utara. Bye Bye Wellington, bye bye makanan enak.
Beri Komentar Tutup comment