Sebagai penghuni negara tropis, sudah lumrah memang jika kita sangat ingin melihat dan merasakan salju. Itu terjadi pada saya. Saya begitu ingin merasakan yang namanya salju, pengen pegang dan pengen lempar-lemparan bola salju. Saya sampe berencana bikin minuman pake bongkahan es salju plus sirup ABC kalau ada jodoh bertemu salju. Beginilah korban tivi, yang sejak kecil dibesarkan dengan film Oshin yang banyak memiliki adegan bersalju. Pokoknya, mereka yang berpose bersama salju itu kesannya keren.
Mimpi itu hampir terwujud saat saya diberi kesempatan tinggal di Saga, sebuah perfektur kecil di Pulau Kyushu, Jepang. Sayangnya letaknya yang di bagian selatan kurang strategis untuk mendapatkan nikmat salju, tidak seperti Hokkaido, Tokyo, Osaka dan Kyoto yang terletak lebih utara. Demi ambisi melihat salju, saya merencanakan perjalanan ke Kyoto di akhir bulan Desember dan melihat salju pertama saya di sana. Di Kyoto, saya menjadi pendatang "gelap" di sebuah asrama pabrik perusahaan Jepang yang dihuni TKI TKI asal Indonesia. Saya dimasukkan ke asrama ini pun via jendela asrama (demi sebuah tumpangan gratis di kota Kyoto yang mahal gila). Jadi begitu terbangun dan melihat salju, saya tidak bisa bebas keluar dari asrama dan bermain perang bola salju. Kalau ketangkap satpam perusahaan, bisa-bisa saya dan rekan-rekan Indonesia yang menampung saya kena masalah. Jadilah saya mengagumi salju pertama itu "cukup" dari jendela. Hari-hari berikutnya, salju masih turun namun niatan perang bola salju harus dikubur terlebih dahulu karena banyaknya tempat yang ingin saya kunjungi. Selain itu, saya juga tidak punya lawan untuk berperang. It was my first solo traveling in a country whose language I can't barely speak.
Foto norak pertama bersama salju..... Self taken |
Saya meninggalkan Kyoto dan mengubur impian bermain bola salju. Saga toh tidak akan bersalju, paling cuman dingin doang. Harapan menikmati salju itu sudah sirna saat memasuki bulan Februari mengingat Saga memang jarang dapat salju.
Suatu pagi di bulan Februari, saya dibangunkan oleh gedoran di pintu asrama.
"Cipu, Cipu, wake up wake up", tiga suara tenor sahut-sahutan membangunkan saya
Dengan gedoran pintu yang bertubi-tubi dan teriakan tiga orang teman (Jamal dari Bangladesh, Yama dari Vietnam dan Kang dari Korea), saya bangun dengan panik. Saya berpikir ada kebakaran. Saya dengan panik langsung membuka pintu kamar saya.
"You gotta see this...." Yama langsung menarik saya ke depan asrama diikuti oleh Jamal dan Kang.
![]() |
first snow in Saga.... See how norak we were.... We are still norak now though |
Saya tercekat dengan pemandangan di halaman asrama saya. Salju? Bulan Februari? Di Saga? For God sake, is it real? Berhubung saat itu saya blom tahu apa-apa tentang global warming dan sejenisnya, saya merasa takjub. Ini kejadian yang tidak lumrah, melihat salju di Saga di bulan Februari. Dengan muka natural (baca: belum mandi), kami langsung berpose di depan asrama dengan gaya-gaya norak. We are celebrating the February snow in Saga. Beberapa orang yang lewat menatap aneh pada kami, segerombolan mahasiswa asing yang narsisnya gak ketulungan di depan asrama di tengah dinginnya Saga pagi itu.
Pemandangan sawah bersalju dari kamar saya di Seifu Ryo, Saga. |
Siangnya, saat jam makan siang, lapisan salju sudah sangat lebat di depan kelas. Dipromotori oleh Katarina dari Slovakia, kami mulai menyalju (bermain dengan salju). Saya mulai mengais-ngais salju dan membuat bulatan, mengikuti teman-teman yang lain.
"Cipu, is this your first time touching snow"(Cipu, ini pertama kali yah kamu menyentuh salju?), tanya Katarina.
"No, I saw it and touched it in Kyoto" (Nggak, saya pernah lihat dan menyentuh salju di Kyoto), jawab saya sambil terus mengais salju dan menyiapkan peluru salju.
Katarina menghampiri Jamal dan menanyakan hal serupa.
"Is this your first time Jamal?"(Jamal, salju pertama yah?), tanya Katarina
"Yes, today it is my first time seeing snow and I am very hap......." (Iya, hari ini saya pertama kali melihat salju dan saya sangat sen...)
Belum selesai ucapan Jamal, sebuah bola salju sudah bersarang di tengkuknya.
"SAMUIIIIIIIIIIIIIIIIII........", (Samui berarti dingin dalam bahasa Jepang) Jamal sontak berteriak dan menggigil kedinginan. And the snow ball fight was officially started.
Menurut Katarina, itu adalah tradisi plonco di Slovakia kepada mereka yang baru pertama kali melihat salju, yang diamini Samuel dari Prancis. Tengkuk Yama adalah target plonco kedua setelah Jamal.
Ternyata bukan hanya kami yang berperang bola salju, guru-guru kami dan staf bagian mahasiswa internasional ikut ambil bagian dalam perang bola salju itu. Jadilah pelataran kampus diisi dengan belasan orang yang saling melempar bola salju, penuh gelak tawa, tidak ada kawan ataupun lawan. Sungguh sebuah hari yang bahagia bagi saya dan teman-teman sekelas.
First timers and the snow experts |
Akhirnya, impian bermain bola salju itu tercapai juga. Meski demikian, ada beberapa pelajaran yang saya dapatkan. Salju itu memang indah saat dilihat di TV, tetapi jangan tanya bagaimana tersiksanya saat musim dingin. Kulit saya yang sangat tropis benar-benar kewalahan dengan suhu dingin yang menusuk. Salju mungkin memang indah, tapi hanya untuk sehari saat pertama kali menyentuhnya. Hari-hari bersalju berikutnya, saya dan teman-teman lebih banyak mengeluh dan meminta musim semi untuk segera datang. Kami butuh kehangatan.
Beri Komentar Tutup comment