Menyongsong Mentari di Selatan Sumba

Lewat jam 1 siang, mentari tak lagi menyapa, melainkan menggarang. Saya turun dari mobil 4 WD yang telah setia dari jam 8 pagi tadi menemani saya dan rombongan menyusuri Pulau Sumba dari Waningapu ke ujung selatan. Kami hampir tiba di lokasi tujuan. Angin laut yang kencang langsung menyapa wajah saya saat menjejakkan kaki di pesisir selatan Pulau Sumba. Deretan mobil yang kami sewa untuk perjalanan ini, berhenti di tengah jalan untuk memberi kami kesempatan mengabadikan momen. Di sebelah kiri kami, deretan perbukitan dan di sebelah kanan kami ombak Samudera Hindia yang berkejaran menuju daratan Sumba. Menikmati panorama laut setelah selama lebih dari 5 jam melewati jalan yang berkelok, menanjak dan menurun, serta berlubang di tengah hutan Sumba terasa menyenangkan. Berdiri di tempat ini mengingatkan saya dengan Great Ocean Road, jalur pesisir di negara bagian Victoria Australia yang juga menyajikan pemandangan bukit dan laut yang bersanding mesra.
 
Great Ocean Road, Sumba version 

Hill on my left, ocean on my right

Setelah sekitar 10 menit menghabiskan waktu berfoto dan menikmati angin laut, kami serombongan kembali masuk ke dalam mobil dan meneruskan perjalanan. Selang 15 menit, kami akhirnya tiba di tempat tujuan pertama kami di Desa Tawui, Kecamatan Pinupahar, Kabupaten Sumba. Memasuki desa ini, sudah mulai terasa ada yang berbeda. Desa-desa yang kami lalui sebelumnya memiliki tiang-tiang listrik yang berderet rapi di tepi jalan. Dan saat kami telah tiba di ujung desa yang memiliki tiang listrik, perumahan masyarakat di desa-desa yang kami lewati selanjutnya memiliki panel surya kecil yang umumnya terpasang di atap rumah penduduk. Ini tak lain adalah perangkat hibah pemerintah yang bernama Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) untuk menerangi rumah-rumah yang belum terjangkau jaringan listrik. Yang saya lihat di Desa Tawui sedikit berbeda, di tepi jalan berdiri tiang-tiang yang awalnya saya pikir adalah tiang listrik. Namun, saat mendongak dan melihat ke ujung tiang, ternyata di bagian atas tiang, terdapat panel surya berukuran cukup besar. Tiang bermahkota panel surya ini berderet di beberapa lokasi di Desa Tawui. Kami berhenti untuk melihat tiang berpanel surya ini. Tiang-tiang ini dipasang di sekitar perumahan penduduk dan tiang-tiang ini terhubung ke sebuah kotak di belakang rumah penduduk yang ternyata adalah baterai. Dari baterai, kabel-kabel disambungkan ke rumah-rumah penduduk untuk mengakhiri malam gelap di desa Tawui. Penempatan panel surya seperti laiknya tiang listrik, mungkin menjadi strategi untuk mengurangi biaya untuk pembelian tanah seperti pada pemasangan panel surya di atas tanah (ground mounted). Inilah yang unik di Desa Tawui, sebuah sistem listrik mandiri yang menggunakan sumber energi yang disediakan oleh alam, yakni sinar matahari. 
Tiang panel surya

Battery and control house


Sistem-sistem yang berdiri sendiri dan terpisah dari sistem PLN biasanya disebut microgrid atau distributed generation. Adalah sebuah perusahaan energi yang mendapatkan pendanaan asing untuk membantu daerah-daerah di pelosok Indonesia menikmati listrik. Dari sekian desa di Sumba yang belum terjangkau PLN, terpilih lima desa di Kabupaten Sumba Timur yang menjadi lokasi pembangunan microgrid, yaitu Desa Tawui, Desa Lailunggi, Desa Praimadita, Desa Tandula Jangga, dan Desa Praiwitu. Membangun microgrid (yang secara harfiah berarti jaringan listrik super duper kecil) berarti membangun sistem kelistrikan mandiri dengan memanfaatkan sumber-sumber energi yang tersedia di sekitar. Kebetulan, Sumba memiliki potensi cahaya matahari yang berlimpah untuk bisa dimanfaatkan. Jadilah, microgrid di kelima desa ini menggunakan sinar matahari sebagai penggerak energi utama.  

Memanfaatkan tenaga surya sebagai sumber energi tentunya memberikan kendala tersendiri. Dengan cahaya matahari yang hanya efektif 5-6 jam di siang hari, berarti listrik hanya bisa diproduksi di siang hari, sedangkan kalau di desa, listrik justru lebih dibutuhkan di malam hari. Kebutuhan listrik di siang hari di sebuah daerah bisa saja tinggi jika industri-industri kecil dan menengah mulai bergerak. Namun, untuk desa-desa yang belum memiliki kegiatan-kegiatan industri, kebutuhan listrik biasanya meningkatnya justru di malam hari. Untuk dapat menyimpan listrik yang diproduksi pada siang hari dan digunakan di malam hari, microgrid di kelima desa ini menggunakan baterai. Meski memang biaya pembangkit surya semakin rendah, namun saat ia dipasangkan dengan baterai biayanya sudah pasti menjadi semakin mahal. Ini menjadi tantangan tersendiri untuk menyediakan listrik yang terjangkau dan handal di daerah-daerah pelosok. Masalah lain adalah kemampuan bayar warga yang tentunya tak selalu sama, apalagi di desa-desa yang memang pendapatan masyarakatnya masih rendah.
  
Berpose di depan rumah khas Sumba

Towards universal access

Saat berkesempatan menyusuri desa-desa ini, kami baru sadar bahwa terdapat beberapa microgrid yang dibangun di kelima desa ini. Microgrid-microgrid yang ada dibangun mengikuti pola persebaran rumah penduduk. Ukuran masing-masing microgrid pun berbeda mengikuti jumlah rumah yang dilayani oleh masing-masing microgrid. Persebaran rumah di berbagai desa di Indonesia memang sangat bervariasi, ada yang membentuk kelompok-kelompok kecil, ada juga satu desa yang memang rumah penduduknya berada di satu kelompok besar, ada juga desa yang rumah-rumah penduduknya saling berjauhan. Microgrid hadir untuk bisa mengakomodasi pola persebaran penduduk ini. Sama halnya di desa-desa bagian selatan Pulau Sumba ini, beragamnya pola persebaran penduduk mendorong munculnya 11 microgrid di lima desa. Ke-11 microgrid ini mengikuti persebaran penduduk di kelima desa ini.   

Dalam kesempatan berbincang dengan masyarakat di sana, mereka sangat senang bisa mendapatkan akses listrik. Dengan menikmati layanan listrik yang tersedia 24 jam, masyarakat di kelima desa ini sudah bisa lebih produktif di malam hari, anak-anak pun bisa belajar dengan cahaya lampu yang terang. Biasanya sih, tak berapa lama setelah bisa menikmati listrik, penduduk di desa tentu akan mulai menambah peralatan listrik di rumah, mulai dari televisi, kipas angin, magic jar bahkan mungkin membeli kulkas untuk jualan es lilin. Bukan tak mungkin ke depannya, usaha-usaha kecil bisa makin banyak di kelima desa ini. Kebutuhan listrik pasti akan semakin meningkat, dan microgrid ini bisa terus ditambahkan kapasitasnya mengikuti pertumbuhan kebutuhan listrik masyarakat di sana. Tentunya perlu tambahan investasi untuk meningkatkan kapasitas microgrid

Listrik untuk semua

Microgrid mungkin bisa menjadi salah satu solusi untuk melistriki daerah-daerah yang memang masih sangat jauh dari jangkauan listrik PLN. Mendorong sektor swasta untuk melistriki daerah-daerah yang terpencil ini tentu tak cukup hanya dengan kebijakan saja, karena potensi kerugian pasti sangat besar mengingat logistik yang menantang, kemampuan bayar masyarakat yang rendah dan biaya investasi yang sangat besar. Memang butuh dukungan dana lebih untuk melistriki daerah-daerah ini. Tawui dan desa-desa sekitarnya telah memberikan pelajaran yang berharga tentang microgrid. Dengan mempelajari komponen-komponen biaya dari kegiatan di Selatan Sumba ini, kita bisa melihat potensi risiko dan biaya yang mana yang bisa menjadi tanggungan pemerintah, dan yang mana yang bisa diserahkan kepada pihak swasta. 

Selain memasang microgrid, tantangan selanjutnya tentu keberlanjutan microgrid. Pengoperasian dan pemeliharaan membutuhkan penguasaan akan teknologi serta organisasi yang jelas. Potensi mangkrak saat proyek telah selesai, sangat mugkin terjadi. Pemilihan teknologi yang tidak sesuai, pengoperasian dan pemeliharaan yang tak sesuai, serta pembayaran listrik yang rendah atau mandeg sangat mungkin menyebabkan kendala dalam keberlanjutan microgrid. Melistriki daerah terpencil jauh lebih sulit dari yang selama ini saya bayangkan. Tentu ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan PLN saja. Ini perlu dikerjakan bersama agar akses listrik dapat dinikmati oleh seluruh penduduk Indonesia Raya.  
Comment Policy : Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Beri Komentar Tutup comment

Disqus Comments

Search This Blog

Powered by Blogger.