Earth Hour... Sadar atau Latah?


Earth hour sudah bukan istilah baru di kalangan para blogger atau pengguna twitter di Indonesia. Maklum, kampanya earth hour di Indonesia memang cukup sukses dengan social media sebagai media komunikasinya. Saya senang bahwa kegiatan bersifat kampanye lingkungan ini diterima dengan baik, bahkan dieksekusi secara massal oleh rekan-rekan blogger, pengguna twitter dan para pemerhati lingkungan di Indonesia. Sebuah usaha yang memang patut diapresiasi. 





Earth Hour adalah acara yang didukung oleh WWF dan pertama kali dilaksanakan di Sydney pada tahun 2008. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu pemanasan global. Kegiatan ini dilaksanakan dengan cara mengajak rumah tangga dan kalangan bisnis untuk mematikan lampu dan semua peralatan yang menggunakan listrik selama sejam. Hasilnya, penggunaan listrik selama sejam di Sydney turun sekitar 10%. Sebuah penurunan yang tidak signifikan mungkin, namun setidaknya pesan bahwa menghemat listrik bisa mengurangi emisi gas rumah kaca bisa tersampaikan. Dampaknya, diharapkan setelah kegiatan ini, masyarakat bisa menghemat penggunaan listrik yang ujung-ujungnya akan mengurangi emisi gas rumah kaca. 





Ini adalah aksi peduli warga Australia akan bahaya pemanasan global. Kenapa mereka memutuskan mematikan listrik sebagai aksi kampanyenya? Karena penyumbang emisi terbesar di Australia adalah pembangkit listrik. Pembangkit listrik di Australia menggunakan batu bara sebagai bahan bakar yang notabene sangat tidak ramah lingkungan. Karena pembangkit listrik tenaga batu bara pulalah, Australia masuk dalam 5 besar negara dengan penghasil emisi per kapita tertinggi. Kampanye Earth Hour di Australia sungguh masuk akal, masyarakat di Australia memang butuh mengerti bahwa listrik yang mereka nikmati berasal dari pembangkit yang sangat merusak lingkungan. Menghemat listrik berarti membatasi emisi rumah kaca dalam jumlah yang besar. 





Kenapa Earth Hour akhirnya sukses merambah Amerika? Amerika mempunya cerita emisi yang tak jauh berbeda dengan Australia. Sektor pembangkit listrik di Australia dan Amerika sama-sama memiliki kontribusi sepertiga dari total emisi kedua negara ini. Tak salah memang jika Earth Hour harus dilaksanakan di kedua negara ini. FYI, Amerika masih memegang kendali penghasil emisi per kapita terbesar di dunia. 





Bagaimana dengan Indonesia? Di Indonesia, kegiatan ini sudah mulai dilaksanakan secara massal. Jejaring social media sungguh mampu menggerakkan massa untuk mematikan lampu di rumah masing-masing. Kampanye earth hour sudah dimulai beberapa bulan sebelum acara. Sungguh menakjubkan melihat betapa besar animo rekan-rekan untuk melaksanakan earth hour. 





Earth hour ... latah atau sadar? (Retrieved from: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Colosseum_Earth_Hour.jpg)




Tapi apakah Indonesia benar-benar memerlukan Earth Hour? Jawabannya bisa ya dan tidak. Secara teknis, Indonesia sudah kerap mengalami Earth Hour a.k.a pemadaman bergilir dari dia yang namanya tidak bisa disebut.... Lord PLN. Meski kesannya Earth Hour nya maksa, tapi masyarakat toh telah dipaksa melaksanakan aksi dasar Earth Hour yakni memadamkan listrik. Mengingat esensi Earth Hour adalah menghambat laju pemanasan global, saya tidak merasa akan ada dampak signifikan Earth Hour terhadap jumlah emisi di Indonesia. Perlu diingat bahwa listrik di Indonesia jauh lebih ramah lingkungan daripada Australia dan Amerika. Kita banyak menggunakan pembangkit listrik tenaga air yang memproduksi jauh lebih sedikit emisi. Namun, ini toh tidak bisa juga menjadi alasan bagi kita untuk boros listrik. Hemat Listrik itu HARUS!. 





Jika Earth Hour di Indonesia dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kesadaran akan lingkungan, maka pertanyaan selanjutnya adalah pesan apa yang kita akan masukkan saat kampanye Earth Hour dilaksanakan? Penghasil utama emisi di Indonesia adalah penebangan dan pembakaran hutan. Kegiatan ini sukses menjadikan Indonesia sebagai penghasil emisi terbesar ketiga di dunia setelah China dan Amerika. Hebat bukan? Sumber emisi selanjutnya adalah transportasi dan industri. 





Sangat sayang rasanya melihat mereka yang memiliki animo melaksanakan Earth Hour tidak mendapatkan informasi yang cukup tentang Earth Hour. Sangat sayang rasanya jika mereka yang terlibat dalam kegiatan Earth Hour sudah merasa menjadi pahlawan lingkungan hanya dengan mematikan listrik selama sejam. Sangat sayang jika antusiasme mereka melaksanakan Earth Hour tidak diikuti dengan langkah nyata pengurangan emisi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sangat sayang jika kita cuma sadar lingkungan selama sejam dalam setahun. Animo ini harus terus dilanjutkan. Earth hour itu merupakan momentum pengurangan emisi, bukan momentum mematikan lampu.



Saya tertegun saat membaca sebuah pertanyaan di twitter yang kurang lebih "Apakah mematikan lampu motor pada saat berkendara dapat dikategorikan melaksanakan Earth Hour?". Sebuah pertanyaan yang menohok, bagi saya. Mengapa? Karena Earth Hour sudah dimaknai sebagai kegiatan memadamkan lampu, bukan lagi sebagai momentum mengurangi emisi. Saya yakin emisi yang dikeluarkan dari bahan bakar motor jauh lebih besar daripada emisi yang dikeluarkan untuk menyalakan lampu motor. Ditambah lagi, naik motor tanpa lampu bisa berisiko disenggol kendaraan lain, hehehe. Saatnya mengembalikan Earth Hour pada qittahnya. 





Akan sangat baik jika ke depannya Earth Hour dibarengi dengan kegiatan-kegiatan yang lebih bisa berdampak signifikan terhadap emisi di Indonesia misalnya "Pete-pete (Angkot) day", "Car Free Day", "Cycling day" atau mengajak pelaku Earth Hour untuk sama-sama menanam pohon. Dan masih banyak kegiatan lain yang bersifat lokal yang bisa dijadikan pilihan sambil melaksanakan Earth Hour. Kreatif mendandani Earth Hour merupakan jalan untuk menjadikan Earth Hour lebih bermakna. Hal ini juga bisa menampik kritik dari mereka-mereka yang mengatakan bahwa "Earth Hour is stupid and pointless". Earth hour seharusnya menjadi ajang kontemplasi portfolio emisi kita, mempelajari bagaimana kita mencemari alam di sekitar kita. 





Bagi kalian para pelaku Earth Hour 2012 di Indonesia, teruskan semangat cinta lingkungan anda. Tambahkan aksi cinta lingkungan anda. 






You don't save the earth from climate change simply by turning off your lights, but you save the earth when you incorporate the spirit of earth hour in your daily life. Let's think what else can we do to our one and only Earth (Wittoeng, 2012)









Comment Policy : Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Beri Komentar Tutup comment

Disqus Comments

Search This Blog

Powered by Blogger.