Wisata kuliner keliling Asia


Menjadi mahasiswa internasional di Melbourne terkadang tidak mudah. Ada saja tantangan yang muncul. Itu yang saya rasakan saat pertama kali tiba di Melbourne. Saya merasakan kesulitan untuk berbaur dengan mahasiswa lain, apalagi mahasiswa lokal (baca: mahasiswa Australia). Mungkin memang agak susah untuk berteman dengan mereka karena kultur yang berbeda. Orang-orang Asia pada umumnya ramah dan (agak) pemalu, sedangkan mahasiswa-mahasiswa lokal cenderung cuek dan lebih individual. Ditambah lagi, mahasiswa-mahasiswi lokal sudah punya lingkaran pertemanan sendiri karena mereka memang sudah lahir disini. Toh, ternyata cuek tidak berarti mereka sombong. Mereka sebenarnya lumayan bersahabat namun memang butuh waktu untuk dekat dan kenal dengan mereka. Bahkan, beberapa diantara teman-teman lokal mau membantu saya meng-edit tugas-tugas saya mengingat grammar saya hancur lebur tak berbentuk. 





Saya tahu betapa nelangsa nya menjadi mahasiswa asing di semester pertama. Shock dengan budaya, shock dengan makanan dan shock dengan bacaan kuliah yang tak berhenti dipasok oleh dosen-dosen kamu yang sangat baik hati. Selain itu, terkadang sebagai mahasiswa baru, kita butuh teman untuk berbagi tentang mata kuliah atau masalah-masalah akademik yang lain. Tapi kemana? Akhirnya, ada fenomena geng negara yang muncul di kampus, teman Vietnam jalan dengan teman Vietnam, teman China jalan dengan teman China, teman-teman Latin mainnya sama teman-teman latin. Meski tak sampai menuju ke arah makar, sayang saja rasanya jauh-jauh ke Australia tapi bertemannya dengan teman dari negara yang sama saja. Kuliah di negara masing-masing saja kali... 





4 minggu yang lalu, saya mulai posting di facebook mengajak teman-teman untuk makan siang bersama setiap hari Senin. Temanya: setiap Senin, kami akan mengunjungi restoran-restoran yang menyajikan makanan khas tiap negara. Gayung bersambut, teman-teman yang lain ternyata sangat antusias untuk makan dan memperkenalkan makanan tradisional masing-masing. Untuk hari Senin pertama, saya sengaja memilih restoran Indonesia murah meriah bernama: Bali Bagus yang letak nya tak jauh dari kampus. 





Makan siang pertama kami berjalan lancar, ada sekitar 10 teman-teman (termasuk anak baru) yang bergabung dan menikmati makanan khas Indonesia. Menu pilihan bersama adalah konro bakar dan sup iga. Semuanya nampak sangat khusyu menikmati makanan sambil sesekali memuji nikmatnya iga bakar yang disiram dengan saus kacang. Harganya yang lumayan murah menjadi nilai tambah Bali Bagus di mata teman-teman yang datang. Selama menikmati hidangan, beberapa teman curhat tentang mata kuliahnya, yang ditimpali oleh teman-teman lain yang sudah pernah mengambil mata kuliah tersebut. Sharing is good, right? (Sayangnya, kami lupa mengabadikan momen di Bali Bagus) 





Senin kedua, kali ini adalah giliran teman-teman Thailand yang harus memandu kami ke warung Thailand murah meriah. Kembali, pesertanya ternyata lebih dari 10 orang. Pad Thai dan tom yam menjadi menu yang paling banyak dipesan. Sayangnya, kelompok kami harus dibagi menjadi dua meja karena kapasitas warung Thailand yang terbatas. Pad Thai yang disajikan sangat enak dengan porsi kuli. Walhasil, saya bungkus sisanya buat makan malam. Suasana makin terbuka, teman-teman makin tidak sungkan untuk berbagi cerita mulai dari kuliah, cerita masa kecil, cerita lucu dan lain lain. Sedikit-sedikit kami belajar beberapa patah kata dari teman-teman Thailand. Lidah saya sudah melet-melet tapi tak kunjung benar juga pelafalannya. Nasib punya lidah bugis kayak gini nih, susah beradaptasi dengan bahasa baru. 




Meja 1: kontingen dari Jepang, China dan Indonesia







Meja 2: Kontingen dari Jepang, China, Taiwan, Vietnam dan Indonesia


Senin lalu adalah Senin ketiga, restoran Sapa Hill di bilangan Footscray menjadi pilihan kami. Restoran Vietnam ini memang sudah menjadi restoran favorit saya sejak setahun lalu. Saya sudah bela-belain gak sarapan demi bisa melahap Pho di resto ini. Dipandu oleh teman-teman Vietnam, kami mulai memilih menu. Saya, mewakili teman-teman, mencoba menyebutkan menunya dalam bahasa Vietnam. Hasilnya, sang waiter melongo mendengar bahasa Vietnam dari mulut saya, bahasa Vietnam aksen Bugis. Untungnya segera dibenarkan oleh teman Vietnam kami. Menu favorit hari itu adalah Pho berisi bakso dan brisket. Saya yang memang sudah hungry doesn't help, langsung melahap Pho di hadapan saya. Harus saya akui, makanan Vietnam itu sangat sehat, mereka selalu memiliki komposisi makanan yang seimbang (antara daging dan sayur-sayuran). Selepas makan, kami tak menyia-nyiakan kesempatan belanja sayur-sayuran dan daging/ikan segar di Footscray. Footscray adalah surga bagi mamak-mamak buat belanja sayuran, buah, daging dan ikan segar. 




Sapa Hill: one of my favorit restos in Melbourne


Ternyata tak harus travelling jauh jauh untuk bisa berwisata kuliner Asia. Melbourne memiliki sejumlah restoran/warung makan Asia yang cukup representatif. Semakin tidak sabar untuk mencicipi warung warung Asia lainnya di Melbourne. Manfaat acara ini sungguh terasa bagi kami semua, menjadi pelampiasan/pelarian stres kami yang sedang dizzy seven round karena assignment. So, Senin depan, siapa lagi yang mau ikut? 





Glossary:

Hungry doesn't help = lapar gak ketulungan

Dizzy seven round = pusing tujuh keliling
Comment Policy : Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Beri Komentar Tutup comment

Disqus Comments

Search This Blog

Powered by Blogger.