Pesawat Jetstar yang saya tumpangi mendarat
mulus di Bandara Internasional Nadi (baca: Nandi). Lies yang duduk di samping
saya masih nampak terpesona dengan bule tinggi di sebelahnya yang ternyata
seorang pilot yang sedang liburan dan memilih Fiji karena ingin menyalurkan
hobinya, surfing. Begitu keluar dari
pesawat, saya disambut dengan kelompok musik lokal yang memainkan musik mirip
dengan lagu-lagu dari Hawai (alah, kayak saya pernah ke Hawai aja). Kami
disambut oleh hawa hangat yang membuat saya tersenyum, it feels like home.
Namun, berbeda dengan bandara di Indonesia, saya dan Lies tidak dikepung oleh
sopir taksi yang setengah memaksa kami masuk ke taksinya. Para supir taksi di
bandara Nadi nampak anteng berdiri di dekat taksi masing-masing, menunggu calon
penumpang menghampiri mereka. Saya langsung merasa nyaman, tidak ada acara
dikerumuni supir taksi, uhuyyyy.
![]() |
yes, tidak dikerubuti supir taksi |
![]() |
Bandara internasional yang sederhana |
Saya yang memang mumet thesis tidak sempat
booking penginapan di Nadi. Untungnya, Lies yang member couchsurfing berhasil
menghubungi seorang member couchsurfing di Fiji untuk ditumpangi semalam. Kami
berniat menghabiskan semalam di Nadi dan langsung menuju ke Beachcomber Island,
sebuah pulau kecil berjarak 45 menit naik boat dari Nadi. Ternyata, teman Lies
sedang tidak Nadi saat kami tiba, namun dia merekomendasikan kami ke member
couchsurfing yang lain yang untungnya mau menerima kami.
Saya dan Lies mengambil taksi dan
memberikan alamat kepada si supir taksi yang bertampang Bollywood. Saat kami
menyebutkan alamatnya, sang supir taksi melirik curiga sambil berkata, “Are you
sure you wanna go there? I don’t think the house is appropriate for you”. Saya
dan Lies bengong, emang rumah yang kami tuju itu rumah apaan? Rumah bordil? Ah
kami tidak mau berprasangka duluan. Let’s see… Pemandangan di luar taksi sendiri
tidak jauh berbeda dengan pemandangan di desa-desa di Indonesia, hijau dan
berbukit-bukit.
![]() |
Pemandangan di sekitar bandara Nadi |
Kami tiba di sebuah rumah panggung di
pinggir kota Nadi. Tiga anjing gede sudah menunggu di pagar dan menggonggong
dengan lantangnya saat kami turun dari taksi. Lies yang phobia anjing langsung
berteriak ketakutan dan berdiri di dekat saya. Pemilik rumah yang kami akan
tumpangi ternyata adalah seorang wanita berambut gimbal berumur 40-an dari
Eropa yang menikah dengan pria Fiji,
sebut saja di wanita berambut gimbal ini Diana (disamarkan). Diana
ternyata adalah couchsurfing ambassador untuk Fiji, tak heran rumahnya kerap
dipenuhi para backpacker yang membutuhkan tumpangan. Belum 15 menit kami tiba, Diana
langsung menemui kami dan menanyakan destinasi yang kami rencanakan. Setelah
itu, dia menawarkan paket wisata ke kami. Saya dan Lies digiring untuk membeli
paket wisata dari Diana. Akhirnya kami yang memang bingung tak tahu mau kemana
selain ke Beachcomber Island, akhirnya membatalkan trip ke Beachcomber dan
memilih Mana Island sesuai petunjuk Diana. Selesai deal untuk trip ke Mana
Island serta akomodasinya, Diana terus memberondong kami pertanyaan terkait
tujuan kami setelah ke Mana Island. Saya mulai merasa terganggu, kok Diana yang
mau mengatur kami mau kemana sih?. Saya
mencoba berdalih bahwa saya akan bertemu teman setelah dari Mana Island. Diana
mencoba maklum meski masih mencoba agar saya membeli paket (lagi) dari dia. Diana
lanjut bertanya saya mau bertemu dengan siapa. Saya jawab bahwa saya ada teman
di Suva yang bekerja di kedutaan (kali ini saya berbohong demi terlepas dari
cengkeraman sang travel agent). Diana melanjutkan bahwa dia kenal dengan
beberapa orang di kedutaan Indonesia di Suva. Saya tercekat, saya cuman bilang
“you won’t know my friend, he was just stationed in Fini last month”
(kebohongan lain yang keluar dari mulut saya). Ah si mamak gimbal ini memang
travel agent yang tangguh, semangat jualannya tak kunjung surut. Kalau di
Indonesia, dia pasti sudah bisa jadi marketing manager di dealer mobil. Sembari
bernegosiasi, Lies nampak masih ketakutan dengan tiga anjing gede yang kerap
bolak balik di depan kami.
![]() |
Disambut tiga anjing gede.... |
Malamnya, saya dan Lies bertemu dengan
sepasang backpacker dari Prancis dan seorang backpacker asal Amerika yang juga
menumpang di rumah Diana. Rumah itu juga dihuni oleh empat orang lokal yang
sekaligus bertindak sebagai koki dan tukang bersih-bersih. Saya dan Lies
ditempatkan sekamar dengan pasangan dari Prancis. Seharusnya malam itu, saya
dan Lies mengikuti prosesi minum cava (minuman khas Fiji yang terbuat dari akar
tanaman). Namun karena kelelahan, saya dan Lies memutuskan istirahat setelah
selesai makan malam dan berbincang sejenak dengan tuan rumah dan backpacker
lain. Keputusan tidur cepat itu mungkin pilihan yang tepat, karena berbincang
bincang dengan Diana memungkinkan kami untuk ditawari paket wisata yang lain
lagi. Saya yang alim ini tentu tidak ingin berbohong terus-terusan demi menolak
tawaran baiknya. Mata saya sulit terpejam karena tivi di ruang tamu diputar
sekencang mungkin. Saya akhirnya baru bisa terlelap jam 2 tengah malam. Anjing
anjing Diana tertidur pulas persis di depan pintu kamar saya (sigh).
Keuntungan menginap di tempat Diana adalah
makanan disediakan gratis untuk tamunya, mungkin sebagai bentuk kompensasi
karena kami yang menginap disitu toh membeli paket wisata dan voucher
penginapan dari dia. Namun, yang saya sayangkan adalah couchsurfing yang sejatinya
menjadi media penghubung antara traveler dan host berbasis sukarela, rasanya
menjadi ternoda dengan digunakannya media tersebut sebagai kedok agen wisata.
Apalagi jika kegiatan ini dilakukan oleh seorang yang bergelar couchsurfing ambassador. Parahnya lagi, agen wisata berkedok couchsurfing ini berupa jaringan
dan terorganisir. Saya tidak tahu apakah harga yang diberikan kepada saya
adalah harga normal atau harga yang sudah di mark-up.
![]() |
Suasana kamar di rumah Diana... |
Keesokan paginya, saya, Lies dan pasangan
Prancis diantar menuju ke pinggir pantai untuk selanjutnya naik ke sebuah perahu boat berkapasitas 12 orang. Untuk deal kali ini, saya
harus berterima kasih ke Diana karena naik boat kecil ternyata jauh lebih murah
dibanding menggunakan kapal-kapal besar menuju pulau kecil tujuan kami. Yes, I am ready for Mana Island, bye bye Mrs.
Couchsurfing ambassador and bye bye three big noisy dogs…. Till we meet again..
Opsss, I don’t want to meet you and your dogs again.
Beri Komentar Tutup comment