Long trip for a long weekend (a small note of a grumpy and impatient bus passenger)
Kata teman saya, selama 2013 ini ada sekitar delapan spot di
kalender yang masuk dalam kategori Hari Kejepit Nasional (Harpitnas). Kata
teman saya lagi, traveler Indonesia makin pintar saja dari hari-hari ke hari,
thanks to travel blog yang menjamur dan buku buku travel lokal yang kian marak
menghiasi rak-rak buku di toko-toko buku dalam negeri. Saking pinternya, tiket
tiket promo ke destinasi destinasi favorit selalu saja habis dengan singkat.
Apesnya bagi saya, kesibukan kantor kerap membuat saya tidak bisa ikutan
hunting tiket promo mengingat jadwal jadwal kegiatan saya yang kebanyakan
tentatif.
Suatu ketika di bulan Maret, saya yang masuk baru beberapa
minggu di kantor ikut-ikutan panas mendengar rencana teman-teman yang pada mau
long weekend. Seminggu sebelum long weekend, saya mulai bergerilya mencari
tiket perjalanan. Tujuannya? Tak lain dan tak bukan… Yogya. Alasannya simpel,
saya terakhir ke Yogya tahun 2010, yang berarti sudah 3 tahun saya tidak ke
Yogya. Lumayan lama untuk ukuran seorang Yogya addict seperti saya.
 |
Who doesn't love Yogya? |
Perjuangan mencari tiket ke Yogya ternyata tidak gampang.
Semua maskapai ke Yogya untuk long weekend sudah berada di atas harga 1 juta
rupiah one way. Pun tiket kereta, semua kereta menuju Yogyakarta tidak ada yang
kosong. Waduh, mau gimana yah? Saya sudah sakau Yogya dan tekad saya sudah bulat: Saya Harus ke Yogya. Pilihan terakhir saya adalah naik bus. Berbekal iklan bus bus yang
saya baca di internet, saya memilih salah satu layanan bus berbasis Lebak Bulus
yang melayani rute Jakarta – Yogyakarta dengan biaya di bawah 200 ribu Rupiah. Harga segitu menurut saya sangat lumayan, kurang dari seperlima harga tiket pesawat meski harus berkorban waktu "sedikit".
Pada hari H, saya bergegas ke stasiun Lebak Bulus selesai
jam kantor untuk mengejar bus yang berangkat pukul 19.00. Saya tiba setengah
jam sebelumnya, dan langsung menempati posisi kursi sesuai nomer tiket. Saya merasa
tak sabar memulai perjalanan dengan bus, apalagi saya dapat duduk di dekat jendela. Jam 7 tepat, bus perlahan
meninggalkan stasiun Lebak Bulus. Thanks to long weekend, bus yang saya
tumpangi membutuhkan waktu lebih dari sejam hanya untuk keluar dari stasiun
Lebak Bulus. Semoga bukan pertanda buruk untuk perjalanan bus perdana saya ke
Yogya.
Bus pun mulai memasuki tol dengan tersendat. Musik mulai
diperdengarkan dengan volume yang memekakkan telinga. Untung, pilihan musiknya
yahud punya… DANGDUT KOPLO ALA PANTURA dengan lirik lirik nakal mengarah ke vulgar. Lagu-lagu macam hamil duluan, wanita lubang buaya, cinta janda kembang dan lagu-lagu sejenisnya dengan lirik menakjubkan dan disertai desahan makin membuat saya tercengang. Sesaat, musik musik ini memang mampu
membuat saya terjaga, apalagi lagu yang menjadi lagu pamungkas di bus ini
adalah lagu “ABG Tua” yang sudah tentu tak asing di telinga kawan-kawan semua.
Keterlambatan mobil keluar dari stasiun Lebak Bulus ternyata
baru pertanda awal dari serangkaian kejadian-kejadian indah yang akan menimpa
saya malam itu. Saya mencoba memejamkan mata, namun tidak bisa, musik yang
dimainkan pak supir jelas jelas bukan genre saya, ditambah lagi hentakan musik
yang memekakkan telinga. Saya mencoba menyalakan ipod sendiri dan menggunakan
earphone untuk mengantisipasi musik musik Dangdut koplo pantura, sayangnya
usaha saya kurang mempan. Lagu-lagu dangdut tadi masih bisa menembus earphone
original saya dan tetap tidak bisa mengimbangi hentakan musik dangdut. Waduh
Gusti, saya butuh tidur. Bilangin ke kenek pun gak mempan, volumenya cuma diturunkan sebentar, setelah itu dinaikkan lagi.
Lama-lama mata saya terpejam juga, dan terbangun saat kami
singgah di rest area khusus penumpang bus yang saya tumpangi. Dari kenek, saya
tahu bahwa bus yang saya tumpangi sudah jauh telat dari jadwal bus hari
biasa. Saya pasrah, ini alamat tiba di Yogya telat. Kembali ke mobil,
lagu “ABG tua” makin kencang diputar.
Ipod saya sudah tak kuat bersaing dengan musik dangdut di bus. Saya
makin tersiksa karena kantuk semakin hebat tapi tak kunjung bisa tidur.
Sementara, jalan-jalan Pantura pas long weekend ternyata jauh lebih menyiksa
daripada jalan tol dalam kota di Jakarta. Saya makin sakit hati saat memperhatikan sekeliling, penumpang lainnya bisa terlelap sempurna. Suara ngorok ikut bersaing dengan musik dangdut koplo non-stop hits. Dear Lord, help me...
Sepanjang sisa perjalanan, saya masih tidak bisa tidur.
Perjalanan dengan bus ternyata tak seindah harapan saya. Bus nya berhenti di
banyak tempat, belum lagi musiknya yang berdentum kencang dan long weekend yang
membuat semua mobil dari Jakarta memenuhi jalan-jalan di luar Jakarta. Saya
yang semula menganggap bahwa saya akan tiba di Yogya sebelum Dzuhur, sekali
lagi harus menelan pil pahit.
 |
SPBU dengan toilet terbanyak (Pics were taken from edorusyanto.wordpress.com, wikimu.com and zonapencarian.blogspot.com) |
Meski perjalanan ke Yogya kali ini kurang memuaskan, toh
saya menemukan sebuah spot unik yang menjadi salah satu tempat perhentian yang
berkesan, sebuah SPBU di Tegal. Lah apa bedanya sama SPBU yang lain? Bedanya
adalah SPBU ini merupakan SPBU dengan jumlah toilet terbanyak yakni 107 buah
toilet. Masuk rekor MURI lho (so what?). Ditambah lagi, tersedianya sarana lain berupa puluhan extra bed,
ruang menyusui, tempat ganti popok bayi, musala ber-AC, puluhan wastafel
dengan sabun cuci tangan, ruang pijat, ruang merokok, kafe, free wifi,
dan kolam renang. Baru kali ini saya menemukan sebuah SPBU yang dijadikan tujuan
wisata. Sepertinya, tempat ini akan dijadikan "Pusat Wisata Pipis Indonesia". Amazing, right?
Namun, kebahagiaan saya ternyata cuma sementara. Ke-bete-an kembali melanda dengan hebat di sisa perjalanan. Di sisa perjalanan, saya mencoba tertidur dengan berbagai pose, namun tak satupun pose pose ini yang mampu membuat saya terlelap. Sekali lagi terima kasih pada lagu ABG tua dan sejenisnya.
Pukul 17.30 saya akhirnya tiba dengan selamat namun tidak
sentosa di Yogya. Meleset 6 jam dari perkiraan, dengan badan remuk karena duduk
hampir 24 jam, mata cekung karena kurang tidur, dan telinga serasa tuli setelah
digebrak dengan dangdut koplo non-stop hits. Saat turun dari bus pun, saya
masih diiringi lagu “ABG Tua”. Saya? Sudah pasti mabok “ABG tua”, not anymore.
Akhirnya saya sampai pada suatu kesimpulan: JANGAN naik bus
pas long weekend, dampaknya bisa banyak berupa insomnia semalam, pantat
“terasa” rata, fatamorgana
(berhalusinasi sudah di Yogya padahal masih di Tegal), emosi tidak stabil
(karena ngiri liat tetangga sebelah bisa tidur pulas meski musik koplo disetel
dengan kencang). Namun, saya juga belajar satu hal selama perjalanan ini: iPod
kalah bersaing dengan music player buatan China, apalagi untuk genre Dangdut
Norak Ceria.
Beri Komentar Tutup comment