One Gloomy Afternoon in Nadi
Fiji, sebuah negara yang tak banyak didengar orang dan bukan merupakan tujuan wisata favorit orang-orang di Indonesia. Bagi para traveler Indonesia, Fiji sudah pasti kalah pamor dengan negara-negara Asia Tenggara, Eropa, Jepang ataupun Korea sebagai negara tujuan wisata. Kenapa? Jawabannya sederhana: (Pertama): Jualan Indonesia dan Fiji hampir sama- pantai tropis dan air laut yang hangat- jadi kalau sudah ada di Indonesia, ngapain repot-repot, jauh-jauh dan mahal-mahal ke Fiji, dan yang (Kedua): tidak ada jalur Air Asia yang menjamah negara-negara di Pasifik seperti Fiji (artinya: tiket pesawat ke Fiji insya Allah mahal). Makanya, yang banyak berkunjung ke Fiji juga adalah orang-orang dari Eropa, Australia, Jepang dan Korea.
 |
Peta Fiji (retrieved from www.sportifdive.co.uk) |
Selepas menikmati beberapa hari di Pulau Mana di Fiji (cerita lengkap tentang perjalanan saya ke Fiji bisa dilihat di
sini), saya dan partner in crima saya dalan perjalanan ini (Lies) berencana menghabiskan dua hari terakhir di Nadi (baca: Nandi), kota terbesar ketiga di Fiji sekaligus kota yang menjadi gerbang utama turis ke Nadi. Siang itu begitu mendarat dari Pulau Mana via
boat ke Nadi, saya dan Lies segera
check in di
backpacker hostel pilihan kami, Nadi Skylodge. Backpacker hostel di Fiji untungnya tidak terlalu mahal ($13 per malam per orang), jadi lumayan bisa menghemat budget perjalanan.
Setelah check-in dan menaruh barang di Nadi Skylodge, saya dan Lies tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengunjungi downtown (pusat kota) kota Nadi. Untungnya, depan hostel kami ada tempat pemberhentian bus. Tak lama menunggu, bus yang kami tunggu tiba. Saya dan Lies langsung naik dan membayar ongkos ke supir, mendapat karcis lalu bebas memilih tempat duduk. Model bus di Nadi hampir sama dengan bus di Jakarta, yang membedakan adalah bus di Nadi tidak menggunakan kaca dan AC, mereka menggunakan sejenis tirai di kiri-kanan bus. Jadi masih lebih modern bis di Jakarta lah. Namun, meski demikian, jangan tanya tentang ketertiban. Ketertiban penduduk Nadi jauh lebih baik ketimbang penduduk Jakarta (termasuk saya) yang selalu rebutan naik bus. Di Nadi, setiap penumpang mendapatkan tiket/karcis dan bus ini beroperasi tanpa kenek jadi bayar busnya langsung ke driver saat akan naik bus (blame it to the over-crowded Jakarta :p). Selain itu, pengguna bus juga tahu mengantri dan selalu mendahulukan yang lebih tua. Nilai tambahnya adalah saya sangat merasa aman naik bus di Nadi hari itu, penumpang serta supirnya ramah senyum dan saya bebas memotret pemandangan dari kiri kanan bus. (Coba deh bayangin memotret pemandangan Jakarta dari Kopaja, bisa raib tuh kameranya).
 |
Clockwise: 1. Interior bus saat cerah 2. Classic Bus Service ala Nadi 3. Interior bus saat hujan 4. Tiket bus |
Nadi Downtown
Pusat kota Nadi ternyata tak begitu besar. Meski ini adalah kota terbesar ketiga di Fiji, jangan bayangkan Nadi sama dengan Medan atau Makassar. Suasana kota Nadi kira kira sama dengan suasana ibukota Kabupaten malah ibukota Kecamatan di Indonesia. Pusat kotanya berupa jalan lurus sepanjang kira kira 1 km dengan sejumlah toko di sebelah kiri dan kanan, jadi berjalan menyusuri pusat kota merupakan pilihan paling pas untuk mengenal Nadi lebih dekat.
Di kiri kanan jalan, toko-toko souvenir khas Fiji berbaur dengan toko kelontong, money changer dan rumah makan khas Fiji (baca: resto menu India). Tak henti-hentinya saya mendapat senyum hangat khas Fiji dari penduduk lokal saat berpapasan, sesekali diselingi kata "Bula...", salam Selamat Datang a la Fiji. Keramahan Fiji juga tercermin sempurna dari Tourist Information Post nya yang berdiri di pusat kota Nadi. Sang Ibu pemandu dengan penuh semangat menjelaskan tempat-tempat belanja souvenir murah dan tempat-tempat terdekat yang bisa kami kunjungi selama di Nadi. Dia makin bahagia begitu mengetahui kami dari Indonesia. "You guys from Indonesia? Bula... Not many Indonesians coming here...", katanya sambil tersenyum ramah, yang saya balas dengan memamerkan senyum Pepsodent tiga jari.
 |
Clockwise: 1. Information Center yang dijaga si Ibu murah senyum nan baik. 2. Bangunan tertinggi di Nadi 3. Downtown kota Nadi; 4. Swalayan terbesar di Nadi |
Di tengah jalan saya mencegat beberapa anak-anak sekolah untuk diajak berfoto. Si Lies sampai jengah pas melihat saya begitu memaksa berfoto bersama dengan anak-anak SMP ini. Yang membuat saya ngebet berfoto dengan mereka adalah pakaian sekolah
mereka yang semua nya model rok. Anak-anak sekolah di Fiji, baik cowok
maupun cewek, wajib menggunakan Sulu (pakaian khas Fiji yang modelnya
seperti rok). Awalnya mereka tame tame dove (jinak-jinak merpati), enggan berfoto, tapi syukurlah lama lama mau juga. Dan tadaaaaa, inilah hasilnya.
 |
Bersama band rock: band yang personelnya pake rok semua |
Sri Siva Subramaniya Swami Temple & Mesjid Jami Fiji
Nadi merupakan pusat peradaban Hindu dan Islam di Fiji, karenanya kuil dan mesjid ada di Nadi. Di penghujung downtown kota Nadi, berdiri sebuah kuil Hindu Sri Siva Subramaniya Swami. Tempatnya sangat mudah ditemukan karena lokasinya yang strategis dan warna-warni gedungnya yang menarik perhatian. Mungkin karena sejarah India yang kuat mengakar dalam kehidupan masyarakat Fiji, konon beberapa ornamen dan bagian dari kuil ini diimpor dari negeri Paman Shahrukh. Sayangnya hujan yang mengguyur sore itu membuat saya tidak bisa berlama-lama di tempat ini. Saya malah tidak sempat masuk, takut kaki saya yang kotor menodai lantai kuil yang nampaknya rajin di di-pel ini. Jadilah saya banyak mengambil gambar dari luar saja.
 |
Mosque and Temple in Nadi |
Tentunya sebagai muslim, saya juga penasaran dengan masjid yang ada di Nadi. Saya tak lupa menyempatkan diri singgah dan menunaikan sholat di Masjid Jami Nadi dalam perjalanan saya balik ke Nadi Lodge. Mesjid Jami Nadi bercat putih dan lumayan besar jika dibandingkan dengan mesjid-mesjid di Indonesia. Suasana di dalamnya pun tak beda jauh dengan mesjid-mesjid di Indonesia. Saya tak hanya menunaikan sholat, namun juga bersama Lies bercakap-cakap dengan seorang bapak tentang Islam di Fiji serta toleransi beragama di Fiji. Beliau nampak senang begitu tahu kami berasal dari Indonesia. Dari beliau kami ketahui bahwa umat muslim di Fiji adalah minoritas, sekitar 5% dari total penduduk. Namun meski demikian, kaum muslim Fiji hidup toleran dan berdampingan dengan penduduk agama lain. Untuk menunaikan sholat Jumat di Nadi pun tidak hanya di mesjid itu, ada juga mesjid lain yang lebih kecil dan berlokasi dekat bandara. Petang sudah menjelang, saya dan Lies pamit kepada si Bapak. Saatnya istirahat setelah mengelilingi kota Nadi yang seiprit.
Beri Komentar Tutup comment