Iki Island: Japanese Hospitality


Jepang memiliki beberapa kesamaan dengan Indonesia, salah satunya adalah Indonesia dan Jepang sama sama sebuah negara kepulauan. Jepang memiliki lebih dari 6.000 pulau sedangkan Indonesia memiliki jumlah hampir tiga kali lipat dari Jepang. Di Jepang, ada empat pulau utama yakni Honshu, Hokkaido, Kyushu dan Shikoku. Pulau yang saya tempati namanya Kyushu terletak di bagian selatan Jepang dan iklim nya "sedikit" lebih hangat dari pulau-pulau utama lainnya. Saya beruntung, sewaktu di Jepang, saya berkesempatan mengunjungi beberapa tempat yang tak lazim dikunjungi turis-turis yang datang ke Jepang, salah satunya adalah Iki Island atau dalam bahasa Jepang disebut Iki Shima.





Perjalanan saya ke Iki Shima dimulai dari persahabatan saya dengan seorang mahasiswa Jepang di kampus. Namanya Shin Matsushima, rambutnya unik namun baik hati (eh?). Yang membuat saya akrab dengan Shin adalah karena kami membuat band bersama dengan nama panggung "Kuroshiro Band" alias Band Hitam Putih. Apa pasal namanya seperti itu? Dinamakan Hitam Putih, karena awaknya terdiri dari gabungan beberapa ras, ada Katarina dan Samuel dari Eropa (Slovakia dan Prancis), Shin dan Madoka (asli Jepang), Yuni (Korea), Saya dan Mas Adi (Pontianak dan Bule alias Bugis Tulen). Terkadang kami juga mengerahkan teman-teman kami yang lain untuk menjadi penari latar atau sekedar memberi suporter saat kami manggung, soalnya gak banyak yang berminat menyaksikan kami manggung hahahaha.




Kuroshiro band crews


Shin ternyata berasal dari sebuah pulau yang terletak di bagian luar Jepang, namanya Pulau Iki a.k.a Iki Shima. Pulau Iki terletak di antara Fukuoka (Jepang) dan Pusan (Korea). Di penghujung musim dingin, Shin mengajak saya dan teman-teman band nya untuk ke kampung halamannya. Kata Shin, kami tidak perlu khawatir mengenai masalah penginapan karena kami boleh tinggal di rumah Shin. Tawaran dari Shin tidak kami sia-siakan, tak butuh waktu lama untuk menghimpun lima orang yang akan ikut Shin ke Pulau Iki. Saya, Amara (Thailand), Yuni (Korea), Samuel (Prancis) dan Katarina (Slovakia) yang juga teman-teman band saya sepakat untuk mengunjungi Pulau Iki.





Perjalanan kami mulai dengan kereta dari kampung halaman kami, Saga, menuju kiblat Pulau Kyushu, yakni Fukuoka yang hanya memakan waktu kurang dari sejam. Dari stasiun Hakata kota Fukuoka, kami menuju ke Bayside Place, tempat Ferry ke Pulau Iki mangkal. Dibutuhkan waktu dua jam lebih seiprit untuk bisa tiba di Pulau Iki. Sesuai jadwal, kami naik ke Ferry menuju Pulau Iki. Dasar hiperaktif, di kapal kami gak bisa diam. Malah sibuk kesana kemari mengganggu penumpang lain yang sedang ngaso dalam kapal. Sesuai dengan jadwal, kami tiba di pulau Iki tepat waktu. Kami disambut oleh Otousan (Bapak) dan Okaasan (Ibu) nya Shin dengan senyum yang lebar. Kata Shin ini pertama kali mereka meng-host bule. (Ehem, berhubung saya juga berasal dari luar Jepang, boleh dong saya nganggap diri Bule... alias Bugis Tulen).




Norak internasional di kapal ferry





Kami diangkut menuju ke rumah Shin dengan van putih milik keluarga Shin. Bahasa Jepang saya sedikit sedikit sudah bisa mulai digunakan karena orang tua Shin tidak berbahasa Inggris. Sesampai di rumah Shin, saya takjub, rumahnya ternyata besar sekali dengan beberapa jumlah kamar. Kami juga disambut oleh (Obaachan) Nenek Shin yang nampak sumringah mendapatkan tamu orang asing. Kami langsung dijamu dengan makanan rumah khas Jepang: nasi, miso shiru, dan seafood. Oishii oishii. Setelah itu, kami diajak keliling rumah Shin. Si Katarina dari Slovakia keluar  noraknya saat mencoba toilet duduk otomatis yang terpasang di rumah Shin. Dia menjerit jerit kegelian saat mencoba cebok ala orang Jepang dengan alat semprot otomatis yang terpasang pada toilet duduk otomatis. Kami yang mendengar jeritan Katarina kontan ngakak. Ah ternyata orang Eropa bisa kampungan juga saat tiba di Jepang, di desa nya Jepang pulak.





Menghabiskan waktu tiga hari di Pulau Iki benar-benar menyenangkan. Keluarga Shin sangat memanjakan kami. Malah orang tuanya menyewakan kami van khusus buat jalan-jalan selama 3 hari di Pulau Iki. Bergantian bapak, ibu dan nenek Shin mentraktir kami makanan khas Jepang. Saya benar-benar tidak mengeluarkan duit sepeser pun selama tinggal di rumah mereka. Siang hari biasanya kami habiskan di luar rumah mengunjungi tempat-tempat tujuan wisata dan malam nya kami habiskan dengan berkumpul, bercengkrama dengan keluarga Shin sambil ditraktir take home paket lengkap sushi dan sashimi.




Kenduri bersama keluarga Shin


Ada beberapa tempat yang menjadi landmark Pulau Iki. Berikut beberapa tempat yang kami kunjungi selama berada di Pulau Iki.





Saruiwa (Monkey Rock)







the Monkeys


Main ke Iki Island tanpa ke Saruiwa hukumnya HARAM. Saruiwa merupakan salah satu landmark penting di Pulai Iki. Kenapa dikatakan Saruiwa? Saru artinya monyet dan iwa berarti batu. Jadi Saruiwa berarti batu yang berbentuk sepeti monyet. Saya dan teman-teman sempat ternganga dengan batu raksasa yang terpahat alami berbentuk monyet yang terpampang di depan kami. Pantas disebut batu monyet, memang kelihatan mirip monyet saat kami berada di samping patung ini. Rasanya keringat kami setelah  berjalan dari parkir dan menanjak ke tebing demi menyaksikan Saruiwa terbayar sudah. Angin pantai musim semi di tebing Iki dengan pemandangan Saruiwa benar benar membuat kami betah di sana.





Takanotsuji







Iki Island from the top


Takanotsuji merupakan look out point atau tempat untuk melihat-lihat pemandangan sekitar dari ketinggian. Takanotsuji merupakan titik tertinggi di pulau Iki. Dari titik ini kami bisa melihat Pulau Iki dari atas. Konon katanya, jika cuaca benar benar cerah kita bisa melihat Saga dan Fukuoka di seberang dari titik ini. Sayangnya, cuaca saat ini lagi mendung galau, yang nampak di kejauhan hanya awan kelabu.  Untungnya, kehijauan pulau Iki masih dapat kami nikmati dari tempat ini. Momen-momen pengambilan gambarpun berlangsung khidmat. Bergantian kami saling memotret. Inilah indahnya traveling berjamaah, sesi fotonya menerapkan prinsip simbiosis mutualisme. "You take my picture, I'll take your picture. Deal?"





Makizaki Park 







Makizaki Park juga merupakan salah satu tebing terkenal di Pulau Iki. Keunikan dari Makizaki adalah sebuah tebing batu yang berlubang. Debur ombak yang menghantam bebatuan kokoh menjadi musik alam yang menemani kami di tempat ini. Dasar gak bisa lihat pemandangan indah, narsis akut kami langsung keluar. Si Yuni dari Korea malah gak mau pulang kalau belum foto di atas batu berlubang. Anak ini memang paling banyak ulah kalo sudah urusan berfoto. Hahaha.





Ondake Shrine







Mana yang bukan monyet?


Setelah sebelum nya saya mengunjungi Saruiwa - batu raksasa berbentuk kepala nyemot, eh monyet, tempat bernuansa monyet lain yang kami kunjungi adalah Ondake Shrine. Ada apa di kuil ini? Rupanya tempat ini merupakan perlambang ucapan terima kasih atau syukur atas terkabulnya sebuah permohonan. Kami langsung disambut dengan patung tiga monyet dengan gerakan khas "speak no evil, hear no evil and see no evil". Terdapat 230 patung monyet dengan berbagai pose dan ukuran saat kami memasuki kawasan Ondake Shrine. Sayangnya pelapukan alami (hujan, angin dll) menyebabkan wajah-wajah dan ekspresi ke-230 monyet-monyet ini menjadi luntur dan kurang jelas. Entah mengapa saat memasuki tempat ini, kami berenam tidak banyak bicara. Sepertinya masing-masing kami menyelami karakter patung-patung nenek moyang di hadapan kami. 





Yunomoto 







Mari ber-onsen ria


Tak lengkap rasanya mengunjungi sebuah wilayah di Jepang tanpa mengunjungi onsen (hotspring) nya. Saya yang pernah mengalami pengalaman buruk dengan Onsen, kali ini sudah tidak malu-malu lagi ke Onsen. Keluarga Shin lagi lagi mentraktir kami untuk menikmati Onsen terbaik di Pulau Iki di sebuah resort bernama Yunomoto. Airnya keruh berwarna cokelat menandakan adanya kandungan lumpur di Onsen ini. Namun, kata Shin, ini yang membedakan onsen  dengan public bath alias TPU (tempat pemandian umum) yang airnya lebih jernih hasil proses penyaringan. Di Yunomoto, saya, Shin dan Samuel harus berpisah dengan Katarina, Amara dan Yuni karena bilik-bilik onsen nya dibagi berdasarkan gender. Saya langsung merasa sangat relaks saat tubuh saya memasuki onsen dengan air keruh itu. Sesekali Shin dan Samuel mengajak bercakap tentang tempat-tempat yang telah kami kunjungi di Pulau Iki. Menikmati air hangat di udara terbuka memang menyenangkan. Yang cewek juga gak perlu khawatir berada di onsen. Di Jepang gak ada Jaka Tarub kok yang akan membawa lari pakaian perempuan hehehe. 





Fertility Shrine







Kuil kesuburan (Picture is retrieved from http://grantandalex.wordpress.com/2011/09/22/iki-island/)


Mungkin dari sekian kuil yang saya kunjungi di Jepang, kuil ini termasuk yang paling unik. Judulnya adalah kuil kesuburan. Tampak depan nya saja sudah bikin tercengang. Bagaimana tidak tercengang, belum masuk ke kuil nya saja kami sudah disambut dengan patung alat kelamin pria yang terbuat dari kayu melebihi tinggi pria dewasa. Katarina, Amara dan Yuni langsung menjerit dengan penampakan patung kayu di depan mereka. What the.... ? Memasuki kuil yang cuma seiprit itu, kami mulai ngeh, ternyata tidak hanya replika alat kelamin pria saja yang ditampilkan akan tetapi juga replika alat kelamin wanita. Belum lagi di dinding terpasang ilustrasi kamasutera ala Jepang. Katarina, Amara dan Yuni tak henti-hentinya menjerit jengah setiap kali mereka melihat gambar-gambar yang kurang senonoh. Saya, Shin dan Samuel tak henti-hentinya ngakak melihat reaksi ketiga gadis ini. Sampai kami meninggalkan Fertility Shrine, kami masih tidak berhenti ngakak. 





Pantai 







Siap nyebur


Tentunya tidak lengkap mengunjungi sebuah pulau tanpa mengunjungi pantainya. Kami dibawa oleh Shin ke sejumlah pantai di Pulau Iki. Mengingat kedatangan kami di Pulau Iki bertepatan dengan musim semi, pantai pantai di Iki masih sepi pengunjung karena hembusan anginnya masih sesekali berasa musim dingin. Dasar nekad, kami melepas baju dan segera bermain air padahal air laut nya  tidak  hangat sama sekali. Cuma Shin yang tidak melepas baju. "You guys are crazy, it is freaking cold. Only crazy people swim on the beach in this freaking season", teriaknya. Ah sebodo. Yang penting bisa berenang sekejap di luar negeri. Norak kan? Yes, norak is our middle name. 





Waktu tiga hari di Pulau Iki terasa sangat singkat. Masih banyak spot-spot menarik yang tidak sempat kami kunjungi di pulau ini. Belum lagi keluarga Shin yang teramat baik melayani dan mentraktir kami. Di hari terakhir, saya dan teman-teman berpamitan pulang ke Obaachan (Nenek). Beliau sempat menitikkan air mata saat kami meninggalkan rumah dan diantar oleh orang tua Shin ke pelabuhan. Di pelabuhan pun, suasana jadi sangat sedih. Orang tua Shin nampak enggan berpisah dengan kami yang sebenarnya telah merepotkan mereka. Mereka malah berpesan agar kami kembali ke Iki lagi sebelum kembali ke negara masing-masing. What a nice family.  Saya merasa banyak berutang budi pada Shin dan keluarganya, dan berharap bisa membalas kebaikan mereka suatu hari kelak.




Sayounara........!!!


Sirine kapal sudah berbunyi. Perlahan-lahan kami meninggalkan pelabuhan menuju Fukuoka. Orang tua Shin masih terus melambai hingga kapal benar-benar menjauh. Ah pulau ini memang begitu indah. Merasakan tinggal langsung dengan keluarga Jepang selama beberapa hari memberikan pengalaman baru bagi saya yang selama di Jepang tinggalnya di asrama mahasiswa internasional. Kapan yah bisa kembali ke Iki lagi?. 





Epilog: 


Setelah menyelesaikan kuliah nya, Shin akhirnya kembali ke Iki dan mengabdi. Saat ini Shin telah menikah dan dikaruniai seorang putri yang cantik. Sebelum menikah, Shin sempat mengunjungi Indonesia. Saya berkesempatan membalas budi baik Shin selama saya di Jepang dengan mengajaknya trip ke Yogya selama tiga hari. Cerita perjalanan saya dan Shin ke Yogya sudah pernah saya tuliskan disini dan disini.





Info tentang pulau Iki dapat dilihat disini




Comment Policy : Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Beri Komentar Tutup comment

Disqus Comments

Search This Blog

Powered by Blogger.