Memasuki minggu ketiga, suasana kelas mulai gak terkendali. Kami (para penghuni kelas persiapan the University of Melbourne) mulai dilanda keresahan, kegundah-gulanahan, kegelisahan dan kemuram-durjaan..... Ada apa gerangan? Yah, jawabannya adalah karena deadline tugas individu dan tugas kelompok adalah hari Kamis. Baru tugas pertama sih, tapi cukup untuk membuat pikiran mumet, tanya kenapa?...... karena tugas kelompok susahnya minta ampun. Bukan karena topik nya atau kendala bahasa, tapi karena menyatukan kepala 4 atau 5 orang dari berbagai negara dan latar belakang budaya ternyata susahnya asking forgiveness deh (susahnya minta ampun, red). Walhasil, ada yang cemberut di kelompoknya, ada yang temen kelompoknya gak muncul-muncul dan ada yang sudah enggan gabung dengan kelompoknya. Kelompokku? So far so good, adem ayem tentran sejahtera dan damai sentosa hehehehe.
Meskipun Minggu ini adalah minggu yang melelahkan untuk sebagian orang di kelas, tapi tetap saja masih terasa fun. Dan untuk menambah semarak kelas di hari Kamis (yang merupakan deadline pengumpulan tugas),saya dan beberapa teman sepakat menggunakan batik untuk ke Kampus. Kok ga nyambung yah, latar belakang dan realisasinya, wakakakakak
Dengan semangat '45 2010, saya menuju kampus dengan tram no 19 yang dengan setia mengantarku ke kampus tiap hari. Begitu masuk kelas, beberapa teman melirik ke arah batik merah ngerjreng bin sedikit norak yang saya kenakan. Temen saya. Thuy dari Vietnam, langsung mengacungkan jempol sambil menunjuk ke arah batik merah yang saya kenakan. Sepertinya dia menyukai batik baru pemberian kakak ini.
Sehabis kelas, ada acara nonton film. Saya dan beberapa teman Indonesia lain yang mengenakan batik kebetulan duduk sederet, maksudnya biar aura batiknya terasa dan menyebar ke seluruh ruangan kelas. Banyak komentar-komentar kagum yang kami terima dari teman-teman. Lorena bilang kalau di negaranya (Mozambik), ada juga batik tapi motifnya lain. Temen saya yang orang Kamboja, malah bilang" "Cipu, are you wearing saroong?" (Cipu, kamu pake sarung yah?).
HAHHHHHHH???
Usut punya usut, ternyata di negaranya Navy, kain batik kerap dijuluki sarung. Beberapa teman Vietnam malah sempat menanyakan apakah ada perayaan khusus hari itu yang membuat kami mengenakan batik secara berjamaah. Kami cuman tersipu sipu tak malu. Lizzy, teman dari Vietnam malah mengasosiasikan batik dengan Pak Harto dan peci yang dikenakannya. Ternyata, Lizzy selain menyukai batik Indonesia juga menggemari peci hitam yang selalu dikenakan bapak pemimpin negara dan menterinya saat ada sidang resmi atau saat berfoto untuk dipajang di dinding-dinding kantor pemerintahan dan sekolah-sekolah. Menurut Lizzy, peci itu sangat identik dengan sesuatu yang berbau akademik dan intelektualitas. (Makanya sekarang, saya nulis postingan ini sambil pake peci, hueeeeeek).
Berbatik ria di ruangan kelas GO BATIK GO!!!
Sebenarnya gak ada alasan khusus saya mengusulkan teman-teman mengenakan batik. Kebetulan saja, saya bawa sekitar 4 helai baju batik ke Australia dan sayang rasanya kalau tidak dipake. Selain itu, saya berusaha menunjukkan ke teman-teman sekelas betapa batik bisa membuat mereka yang memakai makin tampan/cantik. Lihat saja buktinya pada keempat makhluk yang terpampang di atas. Promosi budaya tidak selalu harus dengan pameran budaya yang memakan biaya mahal kan? Cara-cara praktis juga bisa dilakukan, contohnya dengan mengenakan batik ke kampus.
I am proud to be Indonesian, and I love wearing Batik :)
Beri Komentar Tutup comment