Diskriminasi? Jangan ah.....

Kuliah di luar negeri memang punya serba-serbi. Banyak yang bisa dipelajari. Beberapa hal yang saya suka dengan sistem pembelajaran disini adalah kebebasan mengemukakan pendapat, tidak ada istilah menunggu dosen di kelas dan ujung-ujungnya dosennya tidak datang, penilaian diusahakan setransparan mungkin dan mahasiswa bisa mengajukan gugatan kalau merasa nilai dosen tidak fair (tanpa perlu merasa terancam). Jadi, prinsip-prinsip egaliter sangat berlaku disini. 


Beberapa teman sempat bertanya: Eh Pu, gimana kuliah disana? Ada diskriminasi nggak? 


Sebuah pertanyaan yang sangat bagus. Diskriminasi mungkin secara sederhana dapat diartikan sebagai perilaku tidak adil yang diterima oleh seseorang/kelompok karena mereka berbeda dalam hal ras, suku, agama, dll. Di awal-awal perkuliahan saya merasa bahwa mahasiswa lokal lebih nyaman bergabung dengan mahasiswa lokal yang lain, sedangkan kami -kami (mahasiswa asing) duduk bergerombol dengan mahasiswa asing lainnya. (Sedikit bangga juga dipanggil sebagai mahasiswa asing, kesannya saya bule hahahahah). Banyak yang mengasosiasikan duduk bergerombol seperti ini sebagai diskriminasi. Saya sendiri tidak menganggap itu sebagai sebuah diskriminasi, menurut saya itu adalah bentuk preferensi. Buktinya sekarang, semakin lama, kami semaking mingle (bercampur) dengan mahasiswa lain karena sejumlah kelas memang dirancang dengan group assignment, jadi kami dimungkinkan untuk mengenal dan belajar satu sama lain. I tell you what? It is fun karena ternyata perbedaan latar belakang teman-teman sekelompok memperkaya pengetahuan saya mengenai cara mereka berpikir. 
Bersama teman kelompok, see we are all different but we are equal


Banyak yang datang kemari berharap mendapat perlakuan istimewa karena gelar "mahasiswa asing" yang  mereka sandang, atau berharap mendapat "keringanan" karena merasa punya hambatan bahasa. Guys, kalau sudah diterima sebagai mahasiswa di universitas di sini, jangan berharap lebih akan perlakuan istimewa itu karena dosen tidak akan sempat punya waktu untuk mengenali mana mahasiswa asing atau mahasiswa lokal. Begitu di kelas, semua sama dan nilai akan diberikan secara objektif. So never expect that you'll be treated special. 


Ada juga pengalaman seorang teman dari Indonesia yang diteriakin di bus karena warna kulitnya yang coklat. Saya pernah mendapat bantingan pintu yang keras ketika akan masuk ke kereta saat si bule melihat tampang saya yang cakep dan sangat Asia ini. Nah kalau kejadiannya kayak gini, baru namanya diskriminasi. Dan segalanya tergantung bagaimana cara kita mengatasi ini. Yang perlu diketahui bahwa diskriminasi terjadi dimana-mana. Berada di negara yang multi budaya seperti Australia pun, diskriminasi pasti terjadi. 
Sebenarnya, kita sendiri tanpa sadar sering melakukan tindak diskriminasi ini. Salah seorang rekan saya yang berasal dari Afrika kerap menjadi bahan olok-olokan karena warna kulitnya yang legam. Julukan om hitam, si ireng selalu dialamatkan kepadanya setiap kali saya menemani dia berkeliling Indonesia. Yah miris sebenarnya karena kerap kita sendiri sangat rasis tanpa sadar bahwa itu adalah bentuk diskriminasi. 


Saatnya merubah cara pandang kita tentang orang-orang disekeliling kita, Bagaimanapun bentuknya, apapun warna kulitnya, kita semua sama, we are all humans.
Comment Policy : Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Beri Komentar Tutup comment

Disqus Comments

Search This Blog

Powered by Blogger.