Traveling alias jalan-jalan menjadi hal yang lumrah di Indonesia. Umumnya, anak-anak muda sekarang sudah mulai melek jalan-jalan. Destinasi-destinasi dalam dan luar negeri pun sudah menjadi makin jamak diantara para traveler muda. Umumnya perjalanan-perjalanan yang dilakukan secara berkelompok atau berjamaah, mungkin karena kalau bareng-bareng pahalanya lebih tinggi sebanyak 27 derajat (asli ini lawakan garing). Indahnya jalan-jalan bareng teman tentunya karena selama perjalanan kita tidak sendiri dan selalu ada partner untuk memecahkan masalah. Beberapa perjalanan yang saya lakukan juga bareng teman-teman dan biasanya selalu berakhir seru dan fun, tentunya dengan koleksi foto gokil dan video yang bergiga giga
Namun tidak di semua situasi saya selalu bisa membawa teman. Perjalanan saya bareng teman-teman ke New Zealand yang awalnya cuma ingin menuntaskan North Island berujung dengan keputusan saya untuk melanjutkan perjalanan ke South Island sendiri. Keputusan ini saya ambil di ujung perjalanan saya di North Island, mengingat saya masih punya delapan hari dan sedikit sisa uang untuk melanjutkan perjalanan. Saya memesan penginapan dan penerbangan ke South Island sehari sebelum keberangkatan. Untungnya, tiket pesawat ke South Island masih terjangkau dan New Zealand memiliki jaringan penginapan kelas backpacker melarat ala YHA dan X-Base yang selalu bisa memberikan solusi jitu.
Meski telah melakukan perjalanan solo sebelumnya, saya toh tetap deg-degan dengan perjalanan saya ke South Island. Deg-degan nya bukan takut tersesat sih, saya lebih deg-degan kehabisan uang di negara orang mengingat perjalanan ke South Island sifatnya impromptu alias dadakan, hahahaha. Lagian, New Zealand kan negara yang aman buat camping, konon kabarnya di New Zealand gak ada ular (ini statement yang ga nyambung, abaikan).
Perjalanan solo saya resmi dimulai saat pesawat lepas landas dari Wellington menuju ke Chrischurch di South Island. Itupun di Wellington, norak saya mulai muncul karena melongo dengan sistem self check-in yang digunakan di bandara ini. Ujian pertama saya sebagai solo traveler adalah saat saya harus menunaikan sholat duduk di pesawat dan saya dilirik dengan lirikan maut oleh dua bule di samping saya, meski saya sudah memberi pengertian tentang sholat dan meminta izin ke mereka. Setelah mengucapkan salam, saya melihat mereka tersenyum dan saling sikut. Pengen nabok rasanya, tapi apa daya body mereka lebih gede. Inhale.... exhale.....atur napas kisanak, ini baru etape pertama dari sekian hari perjalanan saya di tanah Lord of the Ring ini.
Tiba di Christchurch, saya langsung menuju ke X-Base, salah satu jejaring youth hostel murah yang tersedia di sejumlah negara. Bianya saat ditanya oleh traveler lain, "kamu tinggal dimana?", cukup jawab saja dengan "I stay in X", mereka pasti langsung mengerti bahwa anda tinggal di X-base, penginapan turis kelas menengah ke bawah (baca:kere). Ya gimana yah, saya kan memang murahan, sukanya yang murah-murah hahahah.
Lokasi X-base di Christchurch sangat strategis karena letaknya di jantung kota dan bertetangga dengan landmark kota ini sendiri, sebuah gereja megah. Kamar yang saya dapatkan di X-Base Christchurch berisi tiga bunk bed/ranjang bertingkat (untuk 6 orang). Saya memilih bunk bed yang dekat jendela dan ranjang bagian atas. Saya berkenalan dengan seorang traveler dari Korea, dua orang traveler dari Jerman dan dua orang lagi dari Amerika. Kamarnya jadi full house, eh full room. Suasana kamar terasa akrab karena kami semua suka ngobrol. Setelah berkenalan dengan roommate saya, sore itu, saya memilih mengelilingi Christchurch dengan bus kuning (gratisan) dan berhenti di beberapa perhentian untuk keperluan pengambilan gambar (halah).
![]() |
Lovely Christchurch |
![]() |
Downtown |
X-Base Christchurch memiliki semacam bar di lantai dasar yang terhubung ke ruang resepsionis. Jadi begitu check in di tempat ini, pengunjung bisa langsung mengakses bar di gedung ini. Sepertinya bar ini lah yang menjadi tujuan dua orang Amerika di kamar saya. Malam itu, saya kelelahan dan sekitar jam sepuluh saya sudah meringkuk nyaman di tempat tidur. Sebelumnya, saya mengobrol dengan teman teman kamar. Dua roommate Amerika sepertinya masih asyik tebar persona di bar. Kami yang berada di kamar memutuskan mematikan lampu agar dapat terlelap.
Mata saya perlahan terbuka saat mendengar suara suara aneh dari bunk bed yang letaknya dekat dengan pintu. Bunyi besi berderit dan semakin lama semakin keras mau tidak mau mengganggu tamasya mimpi saya, Ini ada apa lagi sih. Berhubung lampu di kamar dimatikan, saya hanya mampu mengandalkan cahaya dari luar yang masuk dari jendela untuk melihat apa gerangan yang terjadi. Pelan-pelan pupil mata saya mulai bisa menyesuaikan dengan cahaya yang masuk dan mulai bisa menangkap bayangan di dalam kamar. Mata saya menangkap bayangan dua orang yang sedang bergumul mesra di bunk bed seberang saya sembari mengeluarkan suara rintihan tertahan, itu ranjangnya si Amerika. Saya merasa terganggu tapi juga jengah untuk angkat suara, jadi cuma bisa bilang "SSShhhhhh" sebagai syarat untuk tidak ribut. Si Amerika yang sepertinya berhasil ngajak cewek untuk ngamar di kamar kami mafhum akan kesalahannya, dan segera menurunkan ritme permainannya sambil berbisik pelan "Sorry".
Saya mencoba kembali tidur, namun tidak lama bunyi bunk bed bergoyang timbul lagi dan makin keras. Sepertinya bukan cuma saya yang terbangun, tapi beberapa teman di kamar itu juga terbangun. Teman si Amerika yang tidur di ranjang bawahnya malah sempat bangun dan melongok ke ranjang atas untuk melihat apa yang terjadi. Begitu melihat secara samar ada dua orang di ranjang atas, dia cuma bilang "You are too loud, dude" (Kalian berisik banget) dan kembali ke tempat tidurnya di bawah. Dia mungkin setengah mabuk jadi bisa kembali tidur, lah saya yang kebangun jadi sulit untuk tidur lagi. Saya mencoba menutup kepala dengan bantal dan berusaha memejamkan mata.
Besok paginya, saya check out untuk berangkat menuju Queenstown dengan kantung hitam dibawah mata. Saya benar benar sulit tidur gara-gara traveler horny yang ga tahu tempat. Mungkin semalam pas lagi bermesraan di bar ada yang bilang ke mereka "Get a room" (cari kamar woy), makanya si bule Amiriki ini bawa cewek kenalannya ke kamar kami. Saat check out saya berpapasan dengan dua roommate asal Jerman. Mereka menyapa saya, "Hey, you chekin out? Did you have a good sleep last night?" (Kamu check out juga yah? Semalam tidur mu nyenyak ga?), sambil tersenyum penuh makna.
Sembari tersenyum saya cuma jawab, "You bet" (Menurut ngana).
Beri Komentar Tutup comment