Downtown Kota Nadi (baca: Nandi)
![]() |
Suasana pusat kota Nadi, dengan tempat belanja terbesar di Nadi |
Hari itu hari terakhir saya dan Lies di Nadi, Fiji. Melirik dompet, kami ternyata masih punya sisa beberapa dollar Fiji untuk dibelanjakan. Yes, last day of a trip is perfect for shopping provided that you still have leftover money from your trip. Saya dan Lies memutuskan untuk kembali menelusuri jalan utama Nadi untuk mencari oleh oleh. Memang tidak ada pilihan lain untuk cari oleh oleh selain di jalan utama Nadi. Meskipun Nadi termasuk salah satu kota terbesar di Fiji, jalan utama Nadi hanyalah sebuah jalan lurus sepanjang kurang lebih 1 km dengan deretan toko di kiri kanan jalan dan sebuah pasar sentral di bagian tengahnya, mirip mirip kota kecamatan kalau di Indonesia.
Dari seberang hotel, slot gacor kami menumpangi bus menuju ke pusat kota. Selang 10 menit, kami sudah sampai di pusat kota dan mulai menyusuri toko toko souvenir di kanan dan kiri jalan dan masuk ke kantor pos untuk mengirimkan beberapa postcard. Kami berencana untuk window shopping dulu untuk menargetkan apa yang akan kami beli, setelah itu baru shopping beneran. Waktu kami masih banyak, pesawat kami berangkat sore kok. Saat memasuki sebuah money changer, Lies merogoh tas nya dan mulai mencari-mencari sesuatu.
"Eh passport saya mana yah? Duit yang saya mau tukar saya selipkan di passport", kata Lies mulai panik.
Setelah mengubek-ubek tasnya Lies tak kunjung menemukan passport nya. Saya membatin, waduh gawat nih pesawat kami ke Sydney akan diterbangkan kurang dari 6 jam. Kami berdua mulai panik harus ngapain.
"Mungkin kamu selipkan di backpack di Skylodge kali Lies", saya mencoba mengingatkan.
"Sepertinya tidak, saya ingat saya memasukkan ke tas selempang yang ini", kata Lies dengan suara cemas.
Kami bergegas meninggalkan money changer dan mulai slot gacor menyusuri tempat-tempat yang kami lewati. Kami bertanya ke petugas di kantor pos dan toko-toko yang kami datangi, apakah mereka menemukan ada passport yang ketinggalan, namun jawaban mereka sama: Maaf, tidak ada. Kami kembali menyusuri jalan-jalan yang telah kami lewati untuk window shopping berharap menemukan passport yang tercecer.
Kantor Polisi di Downton Kota Nadi
![]() | |
Nadi Police Station (retrieved from http://www.onadiko.com/photos/main.php?g2_itemId=62626) |
Saya akhirnya mengusulkan untuk melapor ke pos polisi terdekat. Untungnya, ada kantor polisi di tempat itu. Bergegas saya dan Lies masuk ke kantor polisi dan menuju ke sebuah meja tempat mereka menerima laporan, kami mengantri untuk melapor . Nampak seorang polisi bertampang Bollywood duduk sambil menyimak dan mencatat laporan. Tiba giliran kami, saya dan Lies segera maju dan duduk di seberang pak Polisi bertampang Bollywood. Kami mulai menceritakan kronologi kejadian dan menanyakan apakah ada yang menemukan passport Lies di jalan dan membawanya ke kantor polisi ini. Selain itu kami juga menanyakan apakah mungkin untuk membuat semacam Surat Keterangan Kehilangan untuk membantu kami nanti di bandara.
Si Pak Polisi Bertampang Bollywood (PPBB) lantas bertanya, "Do you have 35 dollars?" ("Punya 35 dollar gak?").
"Yes, we have. What for?", ("Ya, kami punya. Untuk apa?") Saya mewakili Lies menjawab pertanyaan.
"According to Regulation in Fiji, you have to pay 35 dollars to issue the letter you requested" ("Berdasarkan peraturan di Fiji, kamu harus membayar 35 dollar untuk mendapatkan Surat Keterangan Kehilangan"), jawab PPBB.
Saya dan Lies yang dalam beberapa jam lagi harus sudah di ada di bandara, sudah sangat malas untuk berdebat. Kami dalam situasi emergency dan yang menjadi pertanyaan pertama pak Polisi ini adalah apakah kami punya duit 35 dollar. Untungnya kami punya, coba bayangkan kalau kita kehilangan dompet dan tidak punya apa-apa, lantas ditodong 35 dollar di Kantor Polisi. Saya lalu membuka dompet.
"Wait, you don't have to pay now. Let's wait for the Head of Police Station, he is the one authorized to sign the paper" ("Tidak harus dibayar sekarang. Kita tunggu Pak Kepala datang karena dia yang harus menandatangani suratnya").
"Is the Head around?" ("Pak Kepala sudah datang belum?"), tanya Saya.
"No, he hasn't arrived yet" (Tidak, Beliau belum datang), jawab PPBB.
"What time will he come?" ("Jam berapa pak Kepala akan datang?"), tanya saya lagi.
"I don't know", jawab PPBB sambil cengengesan. Pengen saya jitak kepalanya.
"Can someone please sign the paper when he is absence, we are in emergency situation. Our flight is in the next couple of hours", (Kalau pak kepala tidak ada, adakah seseorang yang dapat menandatangani suratnya? Kami buru-buru, pesawat kami berangkat beberapa jam lagi).
"No, young man. According to Regulation in Fiji, the one who sign the paper is the Head of Police Station" (Tidak bisa anak muda. Berdasarkan peraturan di Fiji, yang menandatangani Surat adalah Pak Kepala).
Ah lagi lagi peraturan. Padahal di Indonesia, tak harus Pak Kapolsek yang tanda tangan surat keterangan kehilangan kan? Saya masih mau mendebat tapi saya tahu tak akan ada gunanya.
"So what do we do now?" (Jadi kami harus bagaimana sekarang?). Tanya saya, Lies nampak pasrah.
"Just wait until the Head comes" (Tunggu saja sampai Pak Kepala datang), jawab PPBB.
Saya langsung lunglai mendengar keputusannya. Betapa rigid nya peraturan disini, saya dan Lies akhirnya mengamini bahwa pelayanan Surat Keterangan Kehilangan di Indonesia jauh lebih fleksibel. Sambil menunggu pak Kepala datang (yang gak jelas kapan), saya meminjam buku telepon dan izin menggunakan telepon untuk menghubungi Konsulat Indonesia di Fiji (jika ada). Syukurlah, ternyata ada konsulat di Fiji, tepatnya di Suva yang berjarak hampir 200 km sebelah barat Nadi. Saya berhasil berbicara dengan salah seorang petugas disana, dan oleh beliau kami disarankan ke Suva untuk memperbarui passport Lies. Beliau juga menyarankan agar kami meminta penundaan keberangkatan hingga besok ke maskapainya mengingat kasus kami adalah kasus genting.
Untungnya tak berapa lama pak Kepala Kantor Polisi datang. Kami langsung digiring ke ruang pak Kepala untuk menandatangani surat yang telah diketik oleh PPBB. Pak Kepala juga nampak sangat Bollywood, mengingatkan saya pada sosok inspektur Vijay yang kerap muncul di film-film Bollywood.
Sesaat sebelum menandatangani suratnya, Pak Kepala bertanya "Do you have 35 dollars? Because in Fiji Regulation, you have to pay 35 dollars for this letter", (Kalian punya 35 dollar gak? Menurut peraturan di Fiji, kalian harus bayar 35 dolar untuk memperoleh suratnya). Jyaaah, si Pak Kepala ternyata sebelas dua belas juga sama anak buahnya, pake bahas peraturan di Fiji segala. Money comes first, service comes after.
"Sure we have" (kami ada), jawab saya. Pak Kepala pun menandatangani surat sakti dan mengijinkan kami berlalu di hadapannya.
Setelah mendapatkan Surat Keterangan Kehilangan, kami bergegas ke Skylodge untuk mengambil tas backpack kami dan melanjutkan perjalanan ke Bandara.
Bandara Internasional Nadi
![]() |
Bandara Internasional Nadi (retrieved from: http://en.wikipedia.org/wiki/Nadi_International_Airport) |
Kami tiba di bandara 3 jam sebelum penerbangan. Saya dan Lies segera mencari counter jetstar dan mencoba check in berbekal Surat Keterangan Kehilangan dan salinan passport serta visa Australia yang selalu Lies bawa kemana-mana (untunglah Lies tidak pernah lupa membuat salinan passport dan visa). Kami menceritakan kronologi kejadian pada petugas counter check in dan mencoba peruntungan kami, apakah Lies bisa masuk ke Australia dengan berbekal dokumen tadi. Petugas counter segera menghubungi pihak imigrasi Australia.
"If you were an Australian citizen, the Australian immigration allows you to come to Australia with these documents. But you are Indonesian who has Australian Student Visa, so they can't help you. So you should obtain a new passport before coming to Australia" ("Jika Anda warga Australia, Imigrasi Australia membolehkan anda masuk ke Australia dengan dokumen ini. Tapi Anda adalah orang Indonesia yang memiliki visa pelajar Australia, mereka tidak bisa membantu. Anda harus memiliki paspor baru sebelum masuk ke Australia").
Percobaan pertama kami gagal. Kami mencoba bernegosiasi lagi dengan si Mbak penjaga counter: "Can we postpone our flight to tomorrow?, we have to go to Suva for making new passport" ("Apakah kami bisa menunda keberangkatan besok karena kami harus ke Suva untuk mengurus paspor baru).
Mbak Penjaga Counter minta izin untuk berdiskusi dengan atasannya sejenak. Saya dan Lies menunggu dengan pasrah. Tak berapa lama kemudian, dia kembali. "We can postpone Ms. Lies' flight to tomorrow afternoon for free, but we can't do it for you Sir since you have all the documents complete". ("Kami bisa memindahkan jadwal keberangkatan Lies ke besok dan tidak perlu membayar. Namun kami tidak bisa memindahkan jadwal Bapak karena semua dokumen Bapak lengkap").
Saya terdiam, Lies juga terdiam. Saya gamang sekarang. Artinya, jika saya menemani Lies ke Suva, saya harus beli tiket lagi buat balik ke Melbourne. Menurut si Mbak Penjaga Counter harganya sekitar 600 an dollar Australia.
Lies sepertinya bisa membaca pikiran saya, "Cipu pulang saja, saya gak papa kok. Ke Suva juga gampang, bus ke Suva ada tuh di luar". Meski Lies berusaha meyakinkan bahwa dia tidak apa-apa, saya masih merasa tidak enak ninggalin dia sendirian di Fiji. Saya tahu betul kalau Lies memang suka traveling, dan kerap melakukan perjalanan sendiri di negeri orang. Akhirnya saya mengambil keputusan, saya berangkat ke Melbourne sore itu.
Sebelum pulang, saya menelepon kembali kedutaan Indonesia di Suva untuk memastikan bahwa mereka akan buka hingga malam karena Lies akan tiba di Suva setelah senja. Saya juga menyampaikan ke mereka bahwa pesawat Lies jadinya besok sore, jadi kalau bisa passport nya harus selesai malam itu juga.
Saya akhirnya berpisah dengan Lies. Lies nampak tegar dan sudah bisa sedikit tersenyum saat saya menuju ke ruang tunggu. Pesawat Jet Star akan membawa saya ke Sydney untuk transit sebelum ke Melbourne. Lies akan menambah sehari travel nya ke Suva untuk menyelesaikan passportnya. That's the end of my journey in Fiji and Lies still has one more day to go.
Tullamarine Airport Melbourne, 32 Jam Kemudian
![]() | |
Tullamarine Airport, Arrival retrieved from (http://en.wikipedia.org/wiki/Melbourne_Airport) |
Saya celingukan mencari sosok Lies di pintu kedatangan bandara Tullamarine Melbourne. Saya memang berjanji untuk menjemput Lies di bandara dan akan meng-host Lies selama di Melbourne, sebelum Lies kembali ke Adelaide. Kak Masni (housemate saya di Melbourne) sudah menyiapkan kamarnya untuk ditempati Lies di rumah mungil kami, Jones Street Melbourne. Lies keluar dari bandara dengan senyum lelah. Dari Lies saya mendengarkan cerita tambahan tentang pengalaman dia di Suva.
Lies tiba di Suva setelah petang dan disambut oleh pegawai kedutaan di sana. Kantor kedutaan buka hingga pukul 9 malam hari itu untuk menunggu Lies dan menyelesaikan passport Lies. Tak hanya itu, Lies diberikan pelayanan kamar gratis di rumah jabatan salah seorang pegawai kedutaan serta makan malam dan sarapan. Lies diantar dengan menggunakan mobil kedutaan ke terminal bus Suva, what a luxurious service.
Sampai sekarang kami masih belum tahu dimana passport Lies tercecer. Namun ternyata ada hikmah dibalik itu semua, Lies jadi bisa melihat tempat lain di Fiji yakni Suva dan sepertinya tak banyak orang memiliki passport Indonesia yang "Issuing Office" nya: SUVA, FIJI. Damn Lies, she is so lucky.
Postingan ini saya persembahkan sebagai kado pernikahan Lies dan Ale yang dilangsungkan pada bulan Mei 2014. Happy Wedding, Lies. Don't stop traveling yah....
Beri Komentar Tutup comment